erkembangan Corona COVID-19 di Indonesia semakin hari kian mencekam. Per Selasa (17/3/2020), ada 172 orang yang dinyatakan positif terjangkit virus ini. Angka ini melonjak 38 kasus dari data yang diumumkan sehari sebelumnya. Pemerintah pun didesak membuka daerah dan riwayat perjalanan pasien positif COVID-19. Namun wacana ini ditolak mentah-mentah oleh Presiden Joko Widodo karena khawatir memicu kepanikan. Juru bicara Forum Peneliti Muda Indonesia atau Young Scientist Forum (YSF) Berry Juliandi menilai cara pikir tersebut keliru. Membuka data lokasi dan riwayat perjalanan pasien positif COVID-19 adalah hal yang penting karena masyarakat secara mandiri bisa memitigasi risiko tertular virus yang dinyatakan WHO sebagai pandemi itu. Selain itu, kata Berry, masyarakat juga bisa melaporkan kondisinya secara mandiri jika pernah ada di lokasi yang sama dengan pasien sehingga pelacakan penyakit tak melulu mengandalkan tracing yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan. “Keterbukaan ini penting agar masyarakat bisa mengambil keputusan, apakah keputusannya A atau B," kata Berry kepada reporter Tirto, Selasa (17/3/2020). Baca juga: Positif Corona Melonjak 38 Kasus, Total 172 Positif per 17 Maret Peta Sebaran 134 Positif Corona Indonesia, Jangkiti 8 Provinsi Pendapat senada disampaikan ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia (UI) Syahrizal Syarif. Menurutnya opsi lockdown memang bukan pilihan ideal karena penyebaran COVID-19 di Indonesia terjadi di sejumlah wilayah secara bersamaan. Ia cenderung memilih opsi social distancing yang dicetuskan Presiden Joko Widodo. Namun, untuk menjalankan itu secara maksimal, diperlukan informasi yang jelas tentang wilayah dengan risiko penularan yang cukup tinggi. Pada titik inilah membuka data domisili dan riwayat perjalanan pasien positif CIVID-19 menjadi penting. Toh menurutnya langkah itu tidak melanggar etika kedokteran yang melarang membuka data pribadi pasien. “Social distancing menuntut kerja sama warga untuk membatasi pergerakan dan berkumpul dalam kerumunan dan melakukan aktivitas berjarak antar-manusia, maka di sini dibutuhkan pengetahuan mengenai risiko wilayah," kata Syahrizal kepada reporter Tirto, Selasa (17/3/2020). Jika menilik pada negara lain seperti Filipina, Hong Kong, dan Singapura, rupanya tindakan membuka lokasi dan riwayat perjalanan pasien COVID-19 juga mereka dilakukan. Tak cuma lokasi domisili, tapi mereka juga menampilkan data aktivitas pasien Corona sebelum dinyatakan positif. Baca juga: Pemda DKI Klaim Bikin Peta Daerah Risiko COVID-19 dari Data Pribadi Peta Sebaran Corona COVID-19 di DKI: Jaksel Jadi Titik Konsentrasi Sejauh ini ada sejumlah pemerintah provinsi yang telah membuka lokasi persebaran COVID-19 di wilayahnya sendiri. Misalnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Mereka membuka lokasi domisili pasien positif COVID-19, pasien dalam pengawasan, dan rumah sakit rujukan melalui situs corona.jakarta.go.id. Ada pula Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang membuka data serupa melalui pikobar.jabargov.go.id. Syahrizal menilai tindakan pemerintah daerah itu sudah tepat, tapi inisiatif itu harus dilanjutkan oleh pemerintah kota/kabupaten dengan membuat peta risiko per kecamatan atau bahkan per kelurahan/desa.

Baca selengkapnya di artikel "Mengapa Data Riwayat Perjalanan Pasien Corona COVID-19 Perlu Dibuka", https://tirto.id/eFLC

sumber artikel:
https://bit.ly/33FyKx7

Komentar

Postingan Populer